Cara menerbitkan dan menjual buku sendiri
Lebih dari 10 tahun lalu, saya sudah bercita-cita bisa menerbitkan buku fisik yang bisa dibaca orang lain. Berkali-kali saya mencoba mengirim naskah ke penerbit dan semuanya ditolak. To be fair, tulisan saya waktu itu tanpa ilmu menulis. Melihat ke belakang, untung saja tulisan saya ditolak waktu itu :P.
Singkat cerita, setelah mengenal konsep prinsip pertama, pikiran saya jadi terbuka kalau semuanya bisa dilakukan dengan membagi tugas dan masalahnya ke hal-hal dasar. Berikut cara saya menerbitkan buku sendiri
Kecuali kamu mau menerbitkan buku tulis kosong, maka perlu menyediakan waktu untuk menulis bukunya.
Kita akan bahas seputar menulis di bagian lain (di luar scope tulisan ini), tapi kamu bisa baca tulisan ini sebagai pemanasan: menulis untuk menulis.
Saya tahu, setelah selesai membuat naskah kamu langsung mau terbang dengan bukunya. Saya mohon, jangan dulu!
Bagian ini sering dilewati, kamu merasa tulisanmu sudah selesai. Sayangnya belum, ada yang disebut “SFD” alias Shitty first draft. Tulisan kamu di awal sering kali jauh dari cukup.
Edit berkali-kali, paling tidak 3 kali. Setelah itu, minta atau bayar orang lain yang belum pernah membacanya untuk mereviewnya. Ada 3 hal yang perlu dicari dalam edit:
Ada juga jasa “penerbit indie” untuk membaca, edit dan review naskah, namun saya pribadi cenderung bukunya dibaca oleh target pembaca kamu, agar mendapatkan feedback yang tepat. Untuk jasa profesional, bisa khusus bagian typo atau grammar.
Kalau kamu mau punya “buku fisik”, yang bisa dipegang dan diraba orang lain, maka kamu perlu mencetak bukunya.
Kalau kamu hanya ingin menjual Buku PDF Digital, saya bisa menyarankan nihbuatjajan.com sebagai tempat menjualnya dengan mudah. Lalu bisa skip ke langkah ke-tiga.
Di mana tempat mencetak buku? Tidak mengejutkan jawabanya adalah di percetakan (Catatan: bukan penerbit!). Kamu bisa mencari di internet dengan keyword “percetakan buku”. Bonus kalau ada di kotamu, sehingga bisa datang langsung dan memegang bukunya.
Saya pribadi bertanya ke beberapa tempat untuk membandingkan harganya masing-masing, sampai ketemu harga yang pas.
Pro Tip: Minta contoh 1 cetakan buku dikirim ke rumahmu. Agar bisa merasakan apakah kualitas kertas dan cover sesuai dengan keinginan kamu.
ISBN atau international Standard Book Number adalah nomor identifikasi untuk untuk setiap buku, ini berlaku secara internasional.
Langkah ini opsional, kamu boleh mencetak bukumu sesuka hati, termasuk tanpa ISBN. Saya pribadi memilih punya ISBN agar terlihat lebih profesional dan lebih resmi.
Refrensi: Perpusnas
Bagaimana mendapakan ISBN?
A) The hard way:
Dari pemahaman saya selama searching, kamu bisa mengajukan sendiri ke Perpusnas dengan melengkapi beberapa dokumen dan mengikuti prosedurnya di sini: Info mengajukan ISBN.
B) The easy way:
Carilah “penerbit indie”, mereka biasa menerbitkan buku dan mengurus ISBN. Kamu bisa menanyakan berapa harga jika hanya ingin dibantu menerbitkan ISBN saja, namun cetaknya tetap sendiri.
Barcode ISBN beserta nomornya ini nanti bisa kamu masukkan ke layout buku kamu. Baik di cover belakang, atau pun di halaman awal.
Hanya karena kamu punya puluhan atau ratusan buku yang sudah dicetak dan siap dibaca, belum tentu orang mau membacanya :).
Saya sangat menyarankan untuk mencetak volume kecil di awal dan melihat bagaimana ia berjalan.
Lebih aman lagi kalau menggunakan sistem pre-order, jadi jelas orang yang memesan berapa, dari sana baru menyesuaikan jumlah cetakan.
Sama seperti menjual apapun, kita akan perlu melakukan marketing. Kasarnya kalau 50% kamu pakai untuk menulis, 50% tenaga dan effort yang sama harus kamu pakai untuk marketing. Jangan marketing hanya 1% saja.
Distribusi
Salah satu PR menerbitkan buku sendiri adalah distribusinya, kamu bisa menjual via toko online, melakukan packing dan pengiriman sendiri. Atau membayar orang untuk melakukan ini.
Masalah menjual / distribusi pun bisa jadi topik yang panjang kalau kita bahas dan akan keluar dari scope blog ini.
Saya pribadi menulis dan menerbitkan buku pemrograman: Halo Koding. Alasannya, setiap ke toko buku ke bagian informatika, saya hanya melihat buku tutorial, padahal masalah pemrograman lebih dari ini, ada banyak hal sisi manusiawi yang perlu dibahas, bukan hanya masalah komputer saja.
Misi unik ini yang saya translate menjadi sebuah tulisan dan menjadi “nilai utama” ketika saya menjual bukunya.
Catatan: saya punya channel youtube dan situs belajar koding sebelumnya, sehingga saya sudah punya “audience” atau calon pembaca. Jadi saya tahu kepada siapa saya harus menulis dan mempromosikan bukunya.
Tips untuk kamu
Jika kamu punya ketertarikan kepada suatu hal dan kamu punya perspektif unik atau sangat jarang dibahas, ini bisa menjadi modal awal yang besar. Menjadi pembeda kamu di antara ribuan buku lainnnya.
Kamu bisa berbagi mulai sekarang, di blog, youtube, atau sosial media lainnya. Kalau kamu hanya muncul pada saal menjual, kecil kemungkinan orang akan tertarik.
Berbeda kalau mereka sudah mengenal kamu sebagai orang yang memang berpengalaman dan punya ketertarikan di bidang yang kamu tulis. Kamu sudah punya kredibilitas untuk itu.
Penerbit Indie atau Indie publisher adalah penerbit yang siap menerbitkan karya kamu. Bisa jadi, termasuk mengurus ISBN, percetakan dan distribusi.
Perbedaannya dengan penerbit besar, sebut saja Gramedia. Biasanya penerbit besar punya proses yang panjang dan ketat untuk memilih buku yang mau diterbitkan. Sementara penerbit indie lebih mudah.
Agar jelas, saya tidak menggunakan jasa “penerbit indie”. Saya mengurus ISBN, mencetak, dan menjual di tempat yang berbeda.
Namun saya menulis ini, sebagai opsi untuk kamu, jika tidak ingin pusing dengan hal-hal tersebut, dan hanya ingin langsung mengarahkan pembaca kamu ke suatu link nanti untuk menjual bukumu.
Sayangnya saya belum pernah, jadi tidak bisa memberi saran untuk ini.
Menerbitkan dan menjual adalah dua hal berbeda. Sangat mungkin kamu menerbitkan buku sendiri dan tetap menjualnya di toko buku besar.
Saat SMP saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan untuk membaca buku. Saya sadar betapa pentingnya buku dalam perjalanan dan karir saya sampai sekarang ini.
Karena itu, saya tidak ragu kalau punya ide yang dirasa bermanfaat untuk menuangkannya lewat tulisan. Siapa yang tahu, kalau tulisan kita bisa membantu kehidupan orang lain.
Hampir semua hal bisa kita lakukan sendiri sekarang, jangan ragu untuk menulis buku kamu sendiri jika punya ide yang bisa membantu banyak orang.
Jika ada pertanyaan, silahka ke kolom komentar atau colek di twitter @hilmanski
Kurang lebih sudah 2 tahun saya bekerja secara remote (tidak ke kantor langsung).
Karena zona waktu tim kami berbeda-beda, kami harus berkomunikasi asynchronous (asinkron). Komunikasi asinkron membantu kamu dan orang lain jadi lebih menghargai waktu.
Asinkron berarti tidak real time atau tidak langsung.
Lawan dari komunikasi asinkron adalah komunikasi real time.
Contoh komunikasi real time: Telepon, ngobrol langsung atau live chat.
Sering kita sedang berada dalam “flow”. Keadaan di mana kita konsentrasi penuh mengerjakan sesuatu dan semuanya terasa begitu lancar.. sampai tiba tiba ada notifikasi atau rekan kerja yang mengajak kita ngobrol. Kita pun kehilangan momentum “flow” ini.
Bekerja di satu kantor sangat membuka hal ini terjadi dan komunikasi real time seperti telepon, live chat bisa merusak konsentrasi kerja kita.
Dokumentasi! semua hal harus tercatatat dengan baik, termasuk tugas yang diberikan dan progres tugas tersebut. Ada banyak plaform yang bisa dimanfaatkan seperti Trello, Notion, Basecamp, dll untuk hal ini.
Dokumentasi bisa berupa video, suara notes atau menulis.
Manfaat rahasia dari menuliskan tugas (dibanding menyampaikan secara langsung) adalah:
- menghindari lupa: sering kali saat meeting banyak ide menarik yang terbuang karena tidak ada dokumentasi.
- menhindari salah paham (karena ada acuan dokumentasi)
- membantu berpikir sebelum memberi tugas
Dokumentasikan semua hal: ide, masalah, tugas, dan lainnya.
Sebagian besar meeting bisa dihilangkan karena hanya berupa informasi satu arah. Kenapa tidak menyampaikan via email ? kenapa tidak menaruhnya di sebuah link dan membagikan link ke semua pihak?
Meeting mengharuskan semua orang bertemu di waktu yang sama. Padahal jam kerja produktif orang berbeda-beda.
Meeting biasanya berbentuk sangat “mentah”. Jeff Bezos, pendiri amazon mengharuskan menulis Memo kepada para eksekutifnya sebelum meeting. Menuangkan ide ke sebuah tulisan, mengharuskan kita untuk berkomunikasi dengan jelas, menggunakan data dan tidak asal ceplas-ceplos.
Orang-orang yang datang ke meeting, harus sudah membaca memo tersebut, dan memberikan tanggapan/pertanyaan atas apa yang tidak jelas dan layak didiskusikan. Bukan lagi datang dengan tangan kosong. Apalagi butuh waktu juga untuk mengkritik dan melihat kekurangan dari suatu ide. Jika hanya dilempar saat meeting, kemungkinan tidak terlihat kelemahannya.
Beberapa waktu lalu saya diajak meeting online untuk mendiskusikan kerja sama, saya minta jika bisa disampaikan via email , silahkan via email saja. Al hasil partner merekam apa yang mau mereka sampaikan di video 2-3 menit di loom dan semuanya disampaikan dengan jelas.
Bayangkan kalau harus setup atur waktu meeting lagi, belum kendala teknis, koneksi tidak lancar, microphone/speaker tidak terdengar baik. Akan semakin banyak waktu terbuang. Bandingkan dengan merekam atau menulis yang mau kamu sampaikan, jauh lebih mudah dan tidak perlu mengambil waktu orang lain.
Kamu tahu siapa yang paling suka menelepon ? tim sales! kamu juga mungkin dapat telpon dari bank atau kartu kredit hampir setiap hari. Kerjaan kamu terganggu!. Sering kali orang menelpon atau berbicara langsung membuat orang lain “tidak enak” untuk menolak tawaran. Jadi hanya iya iya saja.
Dibungkus dengan narasi yang sulit, saya hampir mengiyakan sebuah asuransi, tanpa paham apa maksudnya, hanya karena teleponnya mengganggu sehingga saya iya - iya kan terus jawabannya.
Jika harus menelpon atau live meeting, pastikan di waktu yang disepakati bersama.
Chatting via WA atau aplikasi komunikasi lain bisa jadi alternatif. Karena orang lain tidak perlu langsung membalas. Orang bisa membaca pesan dengan baik, mengajukan pertanyaan yang tidak jelas sebelum memberi respon.
Karena itu saat mengirim pesan pastikan jangan hanya:
- Assalamualaikum
- Halo, apa kabar
- Bisa minta tolong
- Boleh bertanya?
- dan sebagainya
Kamu boleh salam, boleh menyapa, tapi langsung sertakan apa keperluan kamu. Jangan menunggu balasan 2 -3 kali basa basi baru menyampaikan. Hargai waktu orang lain.
Tentunya sebelum chatting tersebut, pastikan membaca lagi pesan kamu, apakah pertanyaanmu atau apa yang ingin kamu sampaikan sudah jelas atau belum.
Apakah kamu sudah merasakan kerja atau hidup asinkron? kamu suka atau tidak suka? kenapa?
Baca juga: hargai waktu
Apa Kabar Pa ?
Kami sehat-sehat di sini.
Jangan khawatir :)
Jadi ingat masa..
Pas Papa pamit pulang ke desa
Mau menyiapkan acara buka puasa
“Mama ikut saja” - Papa balas “tidak usah”
Pagi hari.. kami sudah berangkat
Sudah di jalan.. kami sudah dekat
“Kriiiing Kriing” - bunyi telfon, mama angkat
“KENAPA?” - sahut Mama, saya sedikit lompat
Kabarnya sudah terbaca
Dari mata Mama yang berkaca
Kabarnya.. Tidak seindah cuaca
“Doakan papa, ia tidak bisa dibangunkan”
Katanya tidak ada nafas, tidak ada gerakan
Kutarik jaket, menutup auratku
Bersuci.. di atas debu
Entah apa keperluanku
Ingin bertanya ke Yang Maha Tahu
Mobil melaju kencang
Kalau bisa.. mungkin kami semua terbang
Mau bertemu siapa ?
Yang ingin dijumpa
sudah tiada
Lari ke atas rumah panggung
Melewati orang orang yang juga termenung
Akhirnya bertemu.. di balik kafan, Papa terkurung
Senang melihat senyum yang masih tersambung
Mau membalas senyum,
Tapi air mata lebih dulu tercantum
Kaki.. tangan.. seperti tertusuk jarum
Tidak ada lagi kostum
Kini Papa, dipanggil almarhum
Waktu berpisah saya belum menikah
Sebentar lagi, punya anak kedua
Salam dari menantu dan cucu Papa
Setiap ingin bertemu Kakek, saya bawa ke rumah mertua
Bagi saya juga, sudah jadi orang tua
Ia digendong, diajak bermain, diajak berjalan
Persis seperti yang Papa harusnya lakukan
Ingatan lama sering berbisik
Dulu Saya marah.. kalau papa bercerita dengan asyik
Saya malu, tidak suka dibanggakan depan publik
Sekarang saya tahu rasanya
Anak bicara satu kata saja
Luar biasa bangganya
Semua saya cerita
Padahal hanya satu kata
Kami baik-baik saja
Sambil terus berusaha
Kami saling menjaga
Kita berbicara lewat doa
Memastikan mama baik-baik saja
Hal pertama yang ingin saya lakukan saat mencoba Obsidian, apakah bisa melakukan sync antara device dengan gratis. Pada kasus saya adalah di mac dan iphone.
Obsidian punya fitur Sync berbayar. Karena baru memulai saya mau tahu, apakah bisa gratis berhubung konsep Obsidian yang sangat terbuka.
Ternyata di dokumentasi resmi Obsidian pun memberitahu bagaimana caranya kita bisa mempunyai fitur sync secara gratis. Sungguh baik!
Di Mac/iPhone saya pun menggunakan iCloud untuk sync catatannya.
Karena cara kerja Obsidian berbasis file/folder, kita tinggal memberitahu kalau lokasi foldernya ini ada di iCloud dan mengaktifkan fitur ‘sync iCloud’.
Semoga membantu!
Beberapa waktu lalu saya bertanya di twitter, apakah ada teman-teman di Indonesia yang tertarik dengan konsep “second brain”, responnya ternyata sangat baik, banyak yang berbagi informasi.
Saya yang sebelumnya memakai aplikasi Bear karena kemudahan untuk menulis, mulai tertarik mencoba aplikasi lain yang banyak dimention yaitu Obsidian.
Bukan karena rumput tetangga lebih hijau, tapi saya sudah lama ingin mencoba aplikasi dengan fitur backlink yang lebih canggih, yang saat ini ditulis belum ditawarkan oleh Bear.
Saya akan coba dokumentasikan bagaimana rasanya menggunakan Obsidian dan dari mana saja saya belajar menggunakan Obsidian ini.
Obsidian belum lama ini mencapai v1, yang menggambarkan sudah “siap” untuk dipakai, meskipun sebelumnya komunitasnya sudah sangat aktif.
Tim Obsidian sangat baik, kita bisa memakan GRATIS.
Dengan add-on service seperti “sync” catatan antar device dan “publish” untuk mempublikasikan catatan kamu di internet.
Tapi untuk kamu mencata bisa digunakan 100% gratis.
Sangat mudah digunakan. Karena basisnya menggunakan folder dan file, jadi sudah sangat familiar. Interfacenya pun bersih untuk mulai menulis.
Saya akan merasakan dulu beberapa lama sebelum berbagi lebih jauh tentang Obsidian, semoga saja cocok!